Yogyakarta, Faperta UGM (6/7) – Webinar Seri III “Menata Masa Depan Perkebunan Indonesia di Tata Kehidupan Normal Baru” yang merupakan bagian dari rangkaian Dies Natalis Fakultas Pertanian UGM Ke-74 telah berlangsung pada 28 Juni 2020. Webinar dari Departemen Budidaya Pertanian ini membahas mengenai 5 pilar utama komoditas perkebunan di Indonesia, yaitu kopi, kakao, kelapa sawit, karet dan teh, dalam menghadapi tantangan di era pandemic. Webinar dengan tema perkebunan ini diikuti oleh ratusan peserta melalui platform zoom dan youtube. Dekan Faperta UGM, Dr. Jamhari, S.P., M.P., dalam sambutannya menyampaikan bahwa beragam tantangan dihadapi oleh perkebunan Indonesia, apalagi di era pandemic seperti saat ini. Namun, selalu ada peluang di balik setiap tantangan.
Dr. Agus Susanto S.P., M.P. selaku kepala Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) nit Malihat menyampaikan bahwa negara importir utama minyak sawit Indonesia seperti China, India, Belanda, Spanyol, dan Italia merupakan negara-negara yang terdampak COVID-19. Akibatnya, permintaan kelapa sawit dari negara-negara tersebut berkurang drastis. Dampak dari minimnya permintaan kelapa sawit adalah adanya penurunan pada kegiatan pemeliharaan TBM selama COVID-19. Oleh karena itu, strategi adaptasi dalam menjawab tantangan COVID-19 di antaranya meningkatkan manajemen kelembagaan pekebun rakyat, optimalisasi riset dan pengembangan teknologi yang ramah lingkungan, dan menggali pasar potensial baru di luar negara-negara yang sangat terdampak pandemic.
Sementara itu, Dr. Radite Tistama S. Si, M. Si., kepala bagian Penelitian dan Pengembangan Pusat Penelitian Karet menyampaikan bahwa dengan luas lahan 3,68 juta hektar, perkebunan karet mampu menyerap 3 juta tenaga kerja langsung dan 12 juta tenaga kerja tidak langsung. Nilai ekspor komoditas ini mencapai Rp53,2-triliun pada tahun 2019. Di sisi lain, karet mendapat tantangan yaitu rendahnya harga karet dunia yang hanya USD 1,3 per kg. Padahal, biaya produksi karet tergolong tinggi. Namun tantangan tersebut bisa diatasi di antaranya dengan penggunaan klon unggul, pemumukan optimal, dan efisiensi biaya sadap.
Menurut Dr. Agung Wahyu Susilo, S.P., M. P., tren konsumsi kopi terus meningkat dan menjadi bagian dari perubahan gaya hidup life style masyarakat tentu menjadi peluang tersendiri bagi pekebun kopi Indonesia. Apalagi Indonesia dikenal sebagai penghasil beragam produk kopi specialty (arabika) dan fine (robusta) yang berdaya saing tinggi di pasar dunia. Direktur Pusat Penelitian Kopi dan Kakao tersebut juga menyatakan tren specialty juga mulai menggeliat di kakao. Java cocoa memberikan brand produk kakao spesialty tertua di dunia dan kini mulai dilirik pasar.
Selain kopi dan kakao, teh juga mengalami peningkatan konsumsi dunia. Dr. Eka Tarawaca Susilo P., S.Si., M. Si., PLT Direktur Produksi dan Komersial PT Pagilaran menyatakan hingga 2027, produksi teh hitam dunia diproyeksikan meningkat dengan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 2,2% menjadi 4,42 juta ton. Output teh hijau dunia akan meningkat pada tingkat yang bahkan lebih cepat, 7,5% per tahun untuk mencapai 3,65 juta ton. Apalagi di era pandemi, the dipercaya sebagai salah satu minuman kesehatan yang baik dikonsumsi. ”Tea is a hero crop for 2030,” ujar Dr. Eka.