Ketahanan pangan nasional merupakan isu seksi dalam beberapa tahun terakhir. Data pada tahun 2022 memberikan informasi bahwa situasi ketahanan pangan nasional kita tidak baik-baik saja, karena Indonesia berada di urutan ke 69 dari 113 negara dan di bawah rata-rata global sebesar 62,2. Rata-rata ketahanan pangan negara-negara Asia Pasifik-pun lebih tinggi dari rerata global yaitu 63,4, namun justru Indonesia berada di bawah rerata global. Diperlukan langkah agronomi yang strategis untuk memperbaiki situasi ini demi mewujudkan ketahanan pangan nasional.
Para Agronom Indonesia, termasuk di dalamnya para Agronom Universitas Gadjah Mada, memiliki tanggung jawab moral untuk memperbaiki situasi di atas. Prof Didik Indradewa, salah satu Agronom UGM, menyampaikan bahwa ketahanan pangan nasional dapat diwujudkan melalui operasionalisasi Agronomi Cerdas. Indonesia dalam beberapa tahun terakhir menurut Prof Didik Indradewa telah melahirkan banyak teknologi Agronomi Cerdas, khususnya yang berbasis kearifan lokal, dan dapat dioperasionalkan untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional melalui implementasinya secara disiplin. Beberapa diantaranya menurut Prof Didik Indradewa yaitu Surjan, Ubi Kayu Mukibat, Subak, Pemupukan Cerdas Sistem Padi Apung dan Wanatani. Menurut Prof. Didik Indradewa, kearifan lokal tersebut berpotensi ditingkatkan lagi produktivitasnya melalui kombinasinya dengan Artificial Intelligent (AI) berbasis Internet of Think (IoT). Kearifan lokal di atas merupakan perwujudan dari Agronomi Cerdas yang lahir melalui proses panjang dengan mempertimbangkan karakteristik agroklimat setempat sehingga berpotensi lebih presisi untuk menjamin terwujudnya ketahanan pangan nasional. Beberapa kearifan lokal dari Agronomi Cerdas Indonesia bahkan sudah mendapatkan pengakuan global, diantaranya yaitu Surjan, Subak dan Ubikayu Mukibat.
Hal senada disampaikan oleh Dr. Ir. Syamsuddin, M.Sc., Kepala Balai Besar Penerapan Standar Instrument Pertanian, Kementerian Pertanian bahwa untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional dapat dilakukan melalui operasionalisasi teknologi Agronomi Cerdas Indonesia yang berbasis kearifan lokal dikombinasikan dengan pemanfaatan AI dan IoT. Sebagai contoh dalam rangka meningkatkan produksi beras di Kalimantan Barat pada saat ini, Dr. Syamsudin menyampaikan bahwa operasionalisasinya menggunakan teknologi berbasis kearifal lokal Kalimantan Barat dalam berbudidaya padi. Untuk lebih menjamin perbaikan produktivitas, teknologi kearifan lokal tersebut dikombinasikan dengan implementasi teknologi Drone untuk keperluan mapping kesehatan tanaman, aplikasi pupuk, dan pestisida.
Dari sisi komoditas perkebunan, Mahmudi, M.Si, Direktur Produksi dan Pengambangan PTPN Holding juga menyampaikan bahwa ketahanan produksi tanaman perkebunan sangat ditentukan oleh kemampuan kita dalam mengoperasionalkan pendekatan Agronomi Cerdas. Misalnya, untuk menjamin tingginya produktivitas kelapa sawit, tebu, karet, teh, kopi, dan kakao. Pada proses produksi tanaman perkebunan tentu saja selalu menjumpai turbulensi terutama dari beberapa anasir cuaca dan gangguan hama-penyakit. Supaya produktivitas terjaga pada level tinggi diperlukan pendekatan Agronomi Cerdas untuk menghadapi turbulensi anasir cuaca maupun tekanan hama-penyakit.
Jaminan produktivitas tinggi dari setiap komoditas tanaman ditentukan oleh beberapa faktor, salah satu yang utama, yaitu ketercukupan unsur hara esensial. Kebutuhan hara esensial tanaman dicukupi oleh pemupukan. Oleh karena itu, teknologi pupuk juga merupakan bagian penting dalam konsep Agronomi Cerdas. Adhitya Herwin D., M.I.Kom, Pgs Manajer Penjualan Banten – PT Pupuk Indonesia Holding, menyampaikan bahwa pada saat ini PT. Pupuk Indonesia Holding juga berkomitmen mewujudkan teknologi pupuk cerdas untuk mendukung operasionalisasi Agronomi Cerdas. Beberapa diantaranya yaitu control release fertilizer (CRF) dan teknologi pupuk nano (nano fertilizer technology). Kedua tipe pupuk modern ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari pupuk konvensional untuk lebih menjamin efektivitas dan efisiensi pemupukan.
Agronomi Cerdas per definisi yaitu sebuah pendekatan terintegrasi dalam mengelola lansekap, baik komponen tanaman maupun komponen lainnya, yang ditujukan untuk mengatasi tantangan yang saling terkait antara ketahanan produksi tanaman dan perubahan daya dukung lahan. Eka Tarwaca Susila Putra, Ph.D., peneliti Fakultas Pertanian UGM, menyampaikan bahwa implementasi Agronomi Cerdas merupakan upaya untuk mewujudkan triple win dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional, yaitu 1) Peningkatan produktivitas, 2) Peningkatan resiliensi, dan 3) Pengurangan emisi. Melalui kegiatan ini, Departemen Budidaya Pertanian menunjukkan komitmennya dalam mencapai tujuan SDG 2: Tanpa Kelaparan, SDG 12: Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab, dan SDG 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.
Penulis: Eka Tarwaca Susila Putra, S.P. M.P., Ph.D.
Editor: Yudha Pria Wibawa