Produksi pangan masa depan dihadapkan pada tantangan besar berupa kenaikan populasi penduduk dunia yang diperkirakan mencapai 9,1 milyar di tahun 2050. Konsekuensi dari situasi tersebut yaitu tingginya potensi bencana kelaparan. Untuk mengantisipasi potensi bencana kelaparan maka di tahun 2050 jumlah total produksi pangan harus diupayakan supaya setidaknya dua kali lipat dibandingkan dengan produksi pangan saat ini. Sasaran ini dapat dicapai melalui upaya peningkatan produksi pangan yang dilakukan gradual setidaknya 2,50% per tahun. Di sisi lain, program peningkatan produksi pangan beberapa tahun ke depan banyak menghadapi kendala dan ketidakpastian. Faktor kendala dan ketidakpastian tersebut yaitu penyempitan luasan lahan produksi, kemunduran daya dukung lahan, tekanan oleh hama-penyakit dan perubahan iklim global. Faktor kendala dan ketidakpastian justru berpotensi mengancam produksi pangan sehingga menyulitkan upaya peningkatan produksi pangan berkelanjutan.
Upaya peningkatan produksi pangan banyak menghadapi situasi dilematik. Pada satu sisi kenaikan produksi pangan adalah keharusan namun di sisi lainnya terjadi pelemahan daya dukung lingkungan. Untuk mengatasi situasi yang dilematik tersebut diperlukan skenario cerdas supaya kenaikan produksi pangan dapat dipastikan sekalipun terjadi penurunan daya dukung lingkungan. Dalam rangka turut serta menggali potensi skenario upaya peningkatan produksi pangan maka Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada melalui kegiatan rutin BuperTalk yang saat ini memasuki seri 8 menyelenggarakan Webinar Nasional dengan tema Sumber Daya Genetik untuk Produksi Pangan Berkelanjutan: Studi Kasus Pengembangan Padi Seri Gamagora. Webinar nasional pada seri ini diisi oleh Dr. Taryono (Pemulia Tanaman, Fakultas Pertanian UGM) dan Prof. Agung Karuniawan (Pemulia Tanaman, Fakultas Pertanian UNPAD) serta pembahas Hoerossalam, M.Sc. (Manajer Laboratorium Proteksi Tanaman PT. BISI Internasional Tbk.).
Peningkatan produksi pangan secara garis besar dapat dilakukan melalui dua skenario yaitu perluasan areal tanam (ekstensifikasi) dan optimalisasi operasional produksi (intensifikasi).
Skenario ekstensifikasi pada beberapa tahun ke depan terkendala akibat dari penguasaan lahan per petani yang terus menyempit. Pada tahun 1960, secara rerata penguasaan lahan per petani yaitu 5000 m2. Pada tahun 2020 penguasaan lahan per petani menurun signifikan menjadi hanya 2000 m2. Mendasarkan pada situasi tersebut, Dr. Taryono menyatakan betapa pentingnya pengembangan material genetik baru untuk jenis tanaman pangan dalam rangka mewujudkan peningkatan produksi pangan melalui skenario intensifikasi. Program pengembangan material genetik baru merupakan terobosan utama untuk memecah kebuntuan dalam skenario peningkatan produksi pangan. Diperlukan sebuah revolusi dalam pemecahan kebuntuan melalui pemenfaatan kemelimpahan sumber daya genetik Indonesia untuk mewujudkan material genetik baru tanaman pangan yang lebih produktif dengan mutu hasil tinggi, tahan berbagai tekanan lingkungan abiotik (ketersediaan nutrisi tanah rendah, kekeringan, genangan, temperatur ekstrim, salinitas, pH rendah dan naungan) dan tahan terhadap tekanan lingkungan biotik (hama, penyakit dan gulma).
Menurut Dr. Taryono, UGM telah dan sedang melakukan serangkaian program pemuliaan untuk mendapatkan material genetik baru yang lebih elit untuk beberapa jenis tanaman yaitu padi, bawang merah, tomat, cabai rawit, jagung, terung, mentimun, kedelai, kacang panjang, kacang hijau, kacang koro dan melon. Salah satu material genetik baru tanaman padi yang sudah mendapatkan ijin pelepasan varietas dari Kementerian Pertanian RI yaitu Gamagora 7. Varietas padi ini dirancang untuk memiliki sifat produktivitas tinggi (potensi hasil gabah kering giling 9,80 ton/ha/musim), mutu citarasa beras pulen dan tahan dinamika cuaca ekstrim. Hal senada juga disampaikan oleh Prof. Agung Karuniawan, bahwa program pemuliaan tanaman melalui pemanfaatan kemelimpahan sumber daya genetik yang kita miliki merupakan terobosan utama untuk mewujudkan produktivitas pangan yang tinggi dan berkelanjutan. Prof Agus Karuniawan juga menyampaikan bahwa tren dalam program pemuliaan ke depan juga memasukkan aspek kekayaan metabolit di dalam produk untuk mendukung produksi pangan fungsional. Selaku perwakilan dari pihak industri PT. BISI Internasional Tbk., Pak Hoerossalam, M.Sc. menyampaikan bahwa kebutuhan akan material genetik baru untuk tanaman pangan khususnya padi lebih dititikberatkan pada sifat produktivitas tinggi, mutu hasil baik, hemat air-nutrisi dan tahan hama-penyakit. Hal ini jelas senada dengan yang sudah disampaikan oleh Dr. Taryono dan Prof. Agung Karuniawan. Berdasarkan pada paparan yang sudah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa kenaikan produksi pangan yang berkelanjutan salah satu penjaminnya adalah program pemuliaan tanaman untuk pembaharuan material genetik melalui pemanfaatan kemelimpahan sumber daya genetik.
Penulis : Eka Tarwaca Susila Putra